Aturan Karet

Pagi tadi di Prameks. Terjadi keributan antara penumpang dengan kondektur.

Kondektur menghampiri mbak-mbak, yang duduk persis di samping saya, dengan maksud memeriksa karcisnya. Mbaknya pun mengulurkan secarik uang Rp.50.000,00 seraya berkata,

“Tadi telat Pak, hampir ketinggalan kereta.”

Kondektur tampak menunjukkan wajah tidak senang. Lalu ia melewati Mbaknya dan memeriksa karcis penumpang lain. Tak berapa lama, ia kembali lagi menghampiri Mbaknya.

“Kalau bayar di atas kereta tarifnya dua kali lipat, Mbak.”

Sang Mbak pun kaget dan tampak tidak terima.

“Ah, biasanya yang lain juga harganya sama, kok Pak.”

Nah, di sini saya mulai bimbang. Masalahnya, saya memang tahu bahwa aturan bayar dua kali lipat jika kedapatan tidak membawa tiket di kereta itu ada. Tapi saya sendiri juga sering menyaksikan banyak oknum kondektur yang menarik harga dengan tarif reguler. Saya mau membela sang Kondektur, rasanya tidak adil buat Mbaknya. Tapi kalau saya membela Mbaknya, lha wong Mbaknya itu juga salah. Akhirnya saya diam saja sambil membaca berita Barcelona 1-0 Inter Milan. Percakapan pun berlanjut antara Kondektur (K) dan Mbaknya (M).

K: Aturannya udah diganti, Mbak. Kalau gak gitu, nanti semua penumpang pada gak beli tiket.
M: Tapi kemarin saya lihat juga masih pada mbayar dengan tarif biasa.
K: Mbaknya bisa nunjukin orangnya yang mana?
M: Ya pokoknya ada. Bapak coba deh tanya sama yang lainnya. Pasti jawabnya sama dengan saya.
K: Ya, udah gini aja. Apa Mbaknya nanti beli tiket waktu berhenti di Klaten aja?
M: (terdiam beberapa saat) … Ah, tapi biasanya juga gak papa kok, Pak …

Percakapan terhenti dan Kondektur meninggalkan Mbaknya. Mbaknya masih terlihat tidak puas. Dari kejauhan terlihat sang Kondektur bercakap-cakap dengan Satpam yang bertugas. Saya pun penasaran bagaimana kelanjutan nasib Mbaknya ini.

***

Dan ketika Prameks akhirnya berhenti di Klaten, Pak Satpam menghampiri Mbaknya dan berkata,

“Maaf, Mbaknya ini belum beli tiket ya? Ini sekarang silakan turun di sini (St. Klaten) dan Mbaknya beli tiket dulu di loket. Saya jamin keretanya gak akan ninggal dan bakal ditunggu. Kalau sampai Mbaknya ditinggal nanti silakan komplain ke saya. Silakan turun dan saya jamin Mbaknya juga nanti masih bisa duduk di tempat yang sama seperti sekarang.”

Wow! What a guy! And problem solved! Kondektur tidak perlu menarik tarif dua kali lipat karena Mbaknya punya tiket “resmi”. Mbaknya sendiri juga tidak perlu membayar sejumlah yang tidak dia inginkan dan dijamin tidak ketinggalan kereta. Happy Ending?

***

Pertanyaannya sekarang, siapa yang salah di sini? Penumpang yang telat? Kondektur yang tidak konsisten menjalankan aturan? Atau malah aturan itu sendiri sebetulnya tidak perlu ada?

Silakan Anda analisis sendiri πŸ˜‰

Published by Eric Gunawan

Happiness Engineer. WordPress Ambassador. Remote Worker. Soccer News Follower. Movie Lover. Proud Father. Lucky Husband.

7 thoughts on “Aturan Karet

  1. Hmmm… aku sih cenderung milih aturan dua kali lipat itut tetap konsisten dijalankan.

    Tapiii… ada tapinya nih…

    Mungkin ada baiknya juga penjualan tiket pramex itu nggak harus spesifik hari dan jamnya. Jadi si mbak itu kan bisa punya tiket cadangan, kalau-kalau besoknya dia telat dan nggak sempat beli tiket. Jadi misalnya pas balik dari Solo dia dah beli tiket buat paginya.

    Terus paginya, kalo emang nggak terlambat, dia beli tiket lagi, dan tiket yang dibeli tadi malamnya bisa dipake buat besok-besok. Yang penting trayek dan tarif sama. Kalau memang terlambat, ya udah langsung naik aja, toh dia sudah bawa tiket untuk trayek itu.

    Kalo begini kan Pak Kondektur bisa tetap konsisten menjalankan aturan, dan si mbak itu bisa tenang karena kalaupun dia telat, dia punya tiket cadangan.

    1. Wow… πŸ’‘ angkat Kerti jadi Direktur PT KAI! 😎

      Ada cerita lain. Waktu itu awal-awal saya naik Prameks. Waktu tiba di Jogja malam hari, saya tanya ke Mbak/Mas penjaga loket:

      “Mbak/Mas, saya bisa beli tiket buat besok pagi?”

      Dan dijawab dengan manisnya,

      “Wah maaf Mas. Pelayanan tiket Prameks hanya dilayani paling cepat 1 jam sebelum keberangkatan.”

      Any other comments? πŸ™„

      1. Nah itu dia Mas Eric, seandainya penjualan tiket Pramex bisa dilakukan kapanpun sesuai jam buka loket pembelian tiket di stasiun setempat, bukankah lebih praktis? Sekali lagi, yang penting tarif dan trayek sama. Toh Pramex belum sepenuh KRL Jakarta kan? πŸ˜€

        Atau mungkin ada info dari pihak KAI sendiri tentang alasan mengapa tiket hanya bisa dibeli 1 jam sebelum keberangkatan?

  2. wow.. nanti ada paket nya..
    paket satuan..
    ato paket pak2kan.. 1 pak isi 12 tiket.. plus sapa tahu dialamnya ada kupon jalan2 pake pramek gratis seharian..

Leave a comment