Dua masalah utama saat ini: malas dan mengeluh. Yang terakhir dulu. Yang pertama dibahas lain waktu. Mengeluh itu mudah sekali dilakukan. Apa saja bisa jadi untuk dikeluhkan.
Contohnya, ketika musim panas tiba, dan hujan tak kunjung datang, dengan mudah akan berkata:
“Kok gak hujan-hujan, ya? Panas banget sih, ini!”
Dan sebaliknya, ketika musim hujan datang, dan tiap hari turun hujan, akan terucap pula:
“Duh, hujan terus gini, kapan cucian jadi kering?”
Masih banyak lagi contoh lainnya.
Misalnya ketika melihat menu makan siang Pak Bos yang berbeda dengan katering yang anak buah santap tiap hari, maka akan muncul perkataan:
“Huh, Pak Bos sih, makannya pasti enak, mana mau dia makan makanan yang seperti kita ini!”
Tapi ketika Pak Bos yang lain makan siang dengan menu yang sama dengan anak buah, maka dengan mudah akan berkata:
“Pasti ini Pak Bos-nya pelit. Makan siang aja maunya ngirit, menunya sama dengan kita.”
Dan terakhir, ketika tidak ada atau hanya sedikit yang menyelamati ketika berulang tahun, bisa saja mengeluh:
“Aku ini orang paling kasihan sedunia. Pas ulang tahun pun, gak ada yang nylametin aku.”
Sebaliknya, ketika banyak orang yang memberi ucapan selamat, keluhan pun tetap akan muncul:
“Kok banyak banget sih yang ngasi ucapan selamat. Bisa tekor nih kalo harus traktir-traktir.”
Sudah banyak artikel yang membahas cara “melawan” keinginan untuk mengeluh ini sebenarnya. Salah duanya pernah di-repost di sini dan di situ. Tetapi tetap semuanya kembali lagi kepada diri sendiri. Bagaimana menyikapi segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar.
Hanya sekadar perenungan saja, saat usia mulai bertambah.
***
Gambar diambil dari sini.
mengeluh = sifat dasar semua orang.. *saya juga
bisa dikatakan buruk jika terlalu overdosis..
tetapi juga dibutuhkan..
jika ‘ketidakpuasan’ tidak pernah disampaikan lewat keluhan
maka akan menimbulkan efek yang lebih lagi..
🙄